MENGHARAPKAN BALASAN TERIMA KASIH

by - Oktober 04, 2020

Aku tertarik untuk menulis topik ini karena akhir-akhir ini aku beberapa kali mendengarkan pembicaraan tentang pentingnya ungkapan terima kasih bagi setiap orang. Sebenarnya aku sepakat dengan hal itu, tapi dalam realita yang nggak bisa selamanya mendukung aku coba buat nggak perlu memikirkannya. Lagi-lagi aku ingat, kalau kebahagaiaan dan kepuasan diri sendiri bukan tanggung jawab orang lain, termasuk dalam hal balasan 'terima kasih'.

Terima kasih dan prasangka buruk 
Sebelumnya aku sering berprasangka buruk dengan orang yang pernah aku bantu namun tak sedikitpun menghargai walau dengan sekedar ucapan terima kasih. Aku pikir, orang yang pernah aku bantu ini nggak beretika, nggak bisa menghargai orang lain, atau mungkin nggak bisa menilai kebaikanku. Padahal, bisa aja orang itu lupa atau lagi fokus dengan hal lain. Atau bisa juga, orang itu sengaja karena ingin membalas kebaikanku di lain waktu dan menganggap ucapan terima kasih bukan satu-satunya parameter untuk menghargai orang lain. Lagi-lagi, pada saat ini dipikiranku muncul stigma kalau dalam berhubungan dengan orang lain, semua hanya tentang timbal balik.

Mengubah niat ketika akan berbuat kebaikan
Seringkali ada beberapa niat yang muncul ketika akan berbuat kebaikan: impress people - berharap dipuji, mengharapkan sesuatu dari orang lain yang dibantu, berharap menjadi pusat perhatian. Atau berniat tulus membantu orang lain, memuaskan diri sendiri, memupuk pahala dan karena sesederhana 'ingin aja'. Menurutku semua niat itu sah-sah aja dan nggak ada yang salah. Dari semua macam niatan itu, yang perlu diperhatikan adalah impact apa yang kita dapat setelah melakukan kebaikan dengan salah satu niat diantara macam niat tersebut. 

Menurut pengalamanku, ketika aku melakukan kebaikan dengan niat untuk mengesankan orang lain tapi tujuan itu nggak tercapai, aku akan merasa kebaikan yang sudah kulakukan sia-sia dan menyesal telah melakukannya. Tapi kalau tujuan untuk mengesankan orang lain itu tercapai, maka nggak bisa dipungkiri kalau muncul rasa tinggi hati. Atau ketika aku melakukan kebaikan dengan niat mengharapkan balasan dari orang lain tapi tujuan itu nggak tercapai, aku akan berperasangka buruk ke orang itu dan muncul pikiran kalau nggak mau bantu orang itu lagi. Tapi kalau tujuan itu tercapai, kedepannya aku jadi terus-terusan pakai niat tersebut ketika akan melakukan kebaikan karena berekspektasi orang lain akan membalas kebaikanku lagi. 

Tapi, rasanya beda ketika berniat melakukan kebaikan karena memang ingin tulus berbuat baik. Niat tersebut cukup sulit digunakan karena kembali lagi pada kodrat manusia sosial kalau membutuhkan penghargaan atas sesuatu yang pernah dilakukan. Solusinya, bagiku melakukan kegiatan dengan niat untuk memuaskan diri sendiri adalah pilihan yang paling tepat. Yup! nggak ada habisnya ngomongin soal kepuasan diri sendiri yang diciptakan oleh diri sendiri. Sebab melakukan kebaikan untuk memuaskan diri sendiri memiliki efek luar biasa untuk jadi bangga dan bersyukur. Bangga dalam artian bisa mencapai title orang baik pada versi diri sendiri, bersyukur dalam artian masih diberi kesempatan untuk berbuat kebaikan dalam sisa waktu hidup yang berharga. Lebih dari itu, nggak perlu lagi ngehabisin waktu dan pikiran untuk berprasangka buruk dengan menunggu balasan dari orang lain. 

Berhenti menceritakan kebaikan yang pernah dilakukan
Seringkali memang suka dengan sendirinya bercerita tentang kebaikan yang pernah kita lakukan ke lawan bicara kita. Walaupun sebenarnya, nggak ada niatan pamer sedikitpun. Tapi bisa juga menceritakan kebaikan karena mengharapkan simpati dari lawan bicara akan kebaikan yang sudah kita lakukan, sebab merasa nggak dihargai dari orang lain yang sudah dibantu sebelumnya. Mungkin nggak ada salahnya dengan kedua hal tersebut, yang salah adalah menceritakan kebaikan kita ke lawan bicara karena mengharapkan pujian. Nggak apa, tapi akan jadi kecewa sendiri kalau ternyata nggak dapat pujian yang diharapkan sebelumnya. Jadi baiknya, belajar menyimpan sendiri kebaikan yang pernah dilakukan untuk menghindari niat yang salah tersebut. 

Tentang timbal balik
Hubungan sosial adalah soal timbal balik. Tapi sayangnya, kita nggak bisa mengontrol pikiran orang untuk berpikiran yang sama ketika berinteraksi dengan kita. Kalau orang lain nggak bisa memiliki pemikiran yang sama nggak masalah, sebab yang terpenting adalah kita harus berusaha untuk selalu memiliki pemikiran soal timbal balik ke siapa saja. Menghargai kebaikan orang lain yang pernah kita terima nggak melulu soal materi yang berhagra, bisa juga dengan meluangkan waktu untuknya, menjadi teman sharing yang baik, memberi kejutan kecil seperti masakan atau kue yang kita buat, atau yang paling sederhana namun spesial adalah memberi ungkapan terima kasih yang tulus. Dalam hal ini ketika berinteraksi dengan orang lain, pemikiran timbal balik hanya berlaku 'oleh' diri kita saja. Belajar untuk berhenti menaruh ekspektasi akan timbal balik dari orang lain. Tapi kalau ternyata ada, sudah semestinya jadi banyak bersyukur. 

Tulisanku kali ini lebih tepatnya menjadi reminder untuk diriku sendiri. Buat yang sudah baca semoga bermanfaat dan yang penting tetap semangat berproses menjadi lebih baik:)

With Love, Tara. 

You May Also Like

0 komentar

Hello, with my pleasure if you leave comments :)